Pembangunan Huntap Pombewe Diduga Tak Gunakan Material SNI

0 728

Beriklan? Hubungi : 0853 9999 4508

SIGI – Sudah setahun, korban bencana Pasigala tinggal di Huntara. Artinya, setahun lagi belasan ribu korban yang kehilangan tempat tinggal itu sudah harus masuk di Hunian Tetap (Huntap). Pembangunan Huntap sendiri tak hanya bersumber dari Pemerintah. Lembaga non pemerintah atau NGO juga turut serta dalam masa rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana di Sulteng tersebut. Termasuk pembangunan Huntap.

Yayasan Buddha Tzu chi menjadi salah satu lembaga non pemerintah yang berperan penting dalam pembangunan Huntap di Pasigala. Jumlah pembangunan yang di akomodir oleh yayasan ini tak main-main. Untuk pembangunan yang berlokasi di desa Pombewe Kabupaten Sigi saja jumlahnya sudah 1.000 unit. Jumlah itu belum termasuk Huntap yang berada di belakang kawasan kampus Untad.

Berbeda dengan skema pembangunan Huntap yang diakomodir oleh Pemerintah. Pembangunan Huntap dibawah kendali yayasan Buddha Tzu chi ini tidak melalui mekanisme tender. Penunjukan pihak pelaksana atau kontraktor menjadi kewenangan penuh pihak yayasan. Untuk di Pombewe sendiri, yayasan memberikan kepercayaan pelaksanaan pembangunan itu kepada PT Utama Sarana Sakti.

Seiring berjalannya pembangunan Huntap tersebut, beredar kabar bahwa PT Utama Sarana Sakti diduga mengenyampingkan kualitas pekerjaan Huntap tersebut. Hal itu didasari dengan adanya dugaan penggunaan material bangunan yang tidak berstandar SNI. Penggunaan material yang tidak berstandar SNI itu adalah tulang besi yang terdapat pada struktur pondasi Huntap. Besi yang digunakan adalah besi 8 dan 6. Penggunaan besi ini tidak sama dengan yang digunakan pada pembangunan Huntap di kawasan Untad yang menggunakan besi 10 dan 8.

Hal ini ditegaskan langsung oleh rekanan penyedia jasa konstruksi yang bekerja sama dengan PT Utama Sarana Sakti dalam pembangunan Huntap tersebut. Direktur PT Assry Abadi Nusantara, Christian, selaku penyedia jasa mengatakan sudah mengerjakan sedikitnya 8 struktur pondasi Huntap di Pombewe. Menurut Christian dalam pelaksanaan pekerjaan itu, seluruh material bangunan di tanggung oleh PT Utama Sarana Sakti. “Bahan itu dari mereka semua. Kita sebagai penyedia jasa tinggal mengerjakan Huntap sesuai kontrak,” katanya.

Dari awal pekerjaan, Christian merasa sudah ada sedikit kejanggalan terkait material besi yang digunakan. Pada pembangunan struktur pondasi Huntap itu, PT Utama Sarana Sakti menggunakan besi “banci” alias tak berstandar SNI. “Besi yang dikeluarkan dari gudang itu besi banci ukuran 8 dan 6. Kami sudah kerjakan 8 pondasi menggunakan besi itu,” katanya.

Ditengah perjalanan, kata Christian, PT Utama Sarana Sakti memutus kontrak dengan dirinya. Christian menilai, pemutusan kontrak itu sangat merugikan dan dilakukan sepihak oleh manager lapangan PT Utama Sarana Sakti, Rachmat Sendjaja. Alasan pemutusan kontrak itu kata Christian terbilang aneh. Di dalam poin ketiga pada surat pemutusan kontrak tersebut, tertulis bahwa terlalu banyak pihak luar yang melakukan intervensi terhadap keberlangsungan pekerjaan. “Itu saya tidak mengerti maksudnya intervensi apa. Bahkan saya dianggap wanprestasi yang berakibat pada kelancaran pekerjaan di lapangan,” katanya.

Christian menegaskan, pihaknya siap membuktikan kepada publik terkait material yang tidak berstandar SNI tersebut. Bahkan kata Dia, pihaknya siap menyewa alat berat untuk membongkar pondasi tersebut sebagai pembuktian. “Mohon maaf ya, mungkin kalau yang di gudang bisa di tukar-tukar, tapi yang sudah di dalam pondasi tidak bisa mereka rubah. Perlu diketahui juga, pekerjaan saya itu belum di bayarkan oleh mereka. Saya siap bertanggungjawab atas pernyataan saya,” serunya.

Christian menambahkan, PT Utama Sarana Sakti harusnya menjalankan amanah dengan baik karena telah dipercayakan oleh yayasan sebagai pelaksana pembangunan Huntap. Christian yakin Buddha Tzu Chi menginginkan yang terbaik dalam pembangunan Huntap tersebut. “Itu yayasan sudah menyumbang luar biasa. Tapi PT Utama Sarana Sakti malah terkesan menyunat sumbangan itu. Ini baru dari besinya, saya tidak tahu kalau material yang lain. Karena yang kami kerja baru pondasi saja. Intinya, menggunakan material yang tidak berstandar itu bisa merugikan masyarakat,” tandasnya.

Sementara itu PPK Pengembangan Kawasan Permukiman, Balai Sarana Prasarana Permukiman Wilayah Sulteng, Azmi Hayat ST, belum mengetahui adanya aduan dan laporan terkait penggunaan material yang tidak berstandar SNI pada pembangunan Huntap di Pombewe.

Dia mengatakan, berdasarkan gambar pembangunan yang telah disetujui langsung oleh pihak penyumbang yaitu yayasan Buddha Tzu chi, besi yang digunakan pada struktur pondasi memang besi 8 dan 6. “Setahu saya pada awal pembangunan itu pake besi yang SNI. Saya juga yakin pasti yayasan memberikan standar SNI untuk materialnya,” sebutnya.

Menurut Azmi, pembangunan Huntap itu sepenuhnya menjadi kewenangan yayasan. Pihaknya kata Azmi hanya sebatas mengawasi dan mengontrol. Azmi menegaskan, terkait adanya aduan penggunaan material tersebut, pihak balai akan memberikan laporan ke Satgas. “Kalau memang ada seperti itu, nanti itu bisa jadi bahan laporan ke Satgas. Kemudian Satgas yang berkoordinasi dengan Buddha Tzu Chi langsung,” sebutnya.

Saat dikonfirmasi, PT Utama Sarana Sakti langsung membantah terkait penggunaan material khususnya besi yang tidak berstandar SNI. Menurut manajer lapangan PT Sarana Utama Sakti, Rachmat Sendjaja, seluruh material pembangunan Huntap telah diperiksa oleh PUPR. “Itu informasi yang salah. Bapak bisa lihat sendiri pada gambar yang ada di lapangan,” katanya.

Menurutnya pembangunan Huntap di Pombewe sudah sesuai gambar yang telah disetujui oleh yayasan. “Sesuai gambar besi yang dipakai besi 8 dan 6. Semuanya ber SNI pak,” katanya.

Terkait pemutusan kontrak dengan PT Assry Abadi Nusantara, Rachmat menegaskan bahwa langkah pemutusan itu sudah sewajarnya. Pasalnya kata Rachmat, PT Assry tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Bahkan Rachmat mengatakan, bahwa Christian tidak membayarkan upah tukang dan pengawas. “Di dalam pengerjaannya Dia banyak melakukan penipuan di dalam lokasi. Dia tidak bayar tukang dan pengawas. Besok saya ke Jakarta, saya akan laporkan ke yayasan persoalan ini,” katanya. (**)

Tinggalkan Balasan