Sertifikat Masyarakat Dijadikan Agunan, PT Esaputlii Disebut Tak Punya Modal

0 959

Beriklan? Hubungi : 0853 9999 4508

DONGGALA – Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PT Esaputlii Prakarasa Utama dengan masyarakat Desa Lombonga mendapat protes keras dari Pemkab Donggala. Sebab di dalam PKS tersebut, PT Esaputlii dianggap merugikan masyarakat dan tak memiliki modal untuk pembangunan tambak udang vaname di Desa Lombonga Kecamatan Balaesang.

Hal ini diutarakan sejumlah kepala OPD pada presentase PT Esaputlii di hadapan Pemkab Donggala yang berlangsung di ruang bupati Donggala, Senin (4/4). Pemaparan ini tak hanya dihadiri oleh kepala OPD tapi juga disaksikan langsung oleh Bupati Donggala, Dr Drs Kasman Lassa SH MH bersama Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Donggala, Rustam Efendi.

Awalnya PT Esaputlii hanya memaparkan konsep rencana kerja hingga bagi hasil dengan masyarakat. Namun pada kesempatan itu sejumlah OPD bahkan Bupati mempertanyakan langkah Perusahaan yang menjadikan sertifikat tanah masyarakat sebagai agunan di bank.

PT Esaputlii akhirnya memperlihatkan PKS dengan masyarakat terkait pengembangan tambak udang vaname dengan skema inti plasma tersebut. Ternyata benar, di dalam poin kelima tentang hak dan kewajiban pihak pertama (Masyarakat) disebutkan, “pihak pertama berkewajiban untuk memberi izin dan persetujuan secara tertulis kepada pihak kedua (perusahaan) untuk menjadikan agunan atau jaminan surat/dokumen/akta/sertifikat tanah obyek perjanjian untuk suatu keperluan kredit pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

Hal inilah yang memicu protes keras dari sejumlah kepala OPD. Salah satunya Kepala Bappeda, Ir Gosal Ramli. Dengan melihat PKS tersebut, Gosal menyimpulkan bahwa pihak perusahaan hanya bermodal Laptop dan ide saja. Namun tak punya modal uang. Sedangkan modal hampir semuanya berasal dari masyarakat sendiri. “Ini masyarakat jadi calon korban. Kalau polanya seperti ini saya juga bisa. Cukup niat, kenal dengan pejabat pemerintah ya sudah. Kalau cuma perkalian konsep yang dipaparkan ini, tinggal download di google bisa,” tegasnya.

Gosal mempertanyakan sisi pemberdayaan masyarakat yang ditawarkan oleh pihak perusahaan. Sebab menurut Gosal, tanah yang akan dijadikan tambak adalah lahan masyarakat. Kemudian masyarakat juga harus menyerahkan seluruh dokumen kepemilikan lahannya kepada perusahaan tanpa syarat apapun. “Masyarakat diminta untuk melengkapi seluruh dokumen kepemilikan lahannya. Kemudian diserahkan kepada perusahaan selama 35 tahun lalu pihak perusahaan menjadikan sertifikat itu sebagai agunan di bank,” sebut Gosal.

Gosal menilai, perjanjian kerja sama yang telah dibuat oleh perusahaan justeru merugikan masyarakat. Gosal mempertanyakan alasan pihak perusahaan menjadikan sertifikat masyarakat sebagai agunan di bank. Menurut Gosal, jika perusahaan punya modal, maka seharusnya jangan menjadikan setifikat masyarakat sebagai jaminan di bank untuk keperluan kredit. “Kalau ada apa-apa dengan sertifikat itu, siapa yang mau tanggungjawab. Saya simpulkan bahwa perusahaan ini tidak punya duit. Mohon maaf pak Sekkab saya tidak setuju dengan perjanjian kerja sama yang dibuat oleh PT Esaputlii,” tegasnya.

Gosal menambahkan, Pemkab Donggala pada prinsipnya sangat terbuka dengan investasi. Namun investasi tersebut tidak boleh merugikan masyarakat. “Kami ini bukan mau menolak investasi. Silahkan investasi tapi jangan merugikan masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu pihak PT Esaputlii yang diwakili oleh Direktur Pembudidaya dan didampingi Korwil Donggala PT Esaputlii, Moh Dadang Bachmid tak bisa menjawab alasan mengapa harus menggadaikan sertifikat masyarakat di bank.

Uki sapaan akrabnya mengatakan, PKS itu telah ditandatangani oleh masyarakat. Artinya masyarakat telah membaca isi dari perjanjian. Terkait isi poin kelima soal sertifikat yang digadaikan, Uki mengatakan hal itu belum terjadi alias belum ada sertifikat masyarakat yang masuk ke bank. “Belum ada, itu belum terjadi,” katanya. (*/dp)

Tinggalkan Balasan